1. Lingkungan Bisnis yang
Mempengaruhi Perilaku Etika
Lingkungan bisnis adalah segala sesuatu
yang mempengaruhi aktivitas bisnis dalam suatu lembanga organisasi atau
perubahan. Faktor – faktor yang mempengaruhi lingkungan bisnis adalah :
·
Lingkungan internal
Segala
sesuatu didalam organisasi atau perusahaan yang akan mempengaruhi organisasi
atau perusahaan tersebut.
·
Lingkungan Eksternal
Segala
sesuatu di luar batas-batas organisasi atau perusahaan yang mempengaruhi
organisasi atau perusahaan.Perubahan lingkungan bisnis yang semakin tidak
menentu dan situasi bisnis yang semakin komperatif menimbulkan pesaingan yang
semakin tajam, ini di tandai dengan semakin banyaknya perusahaan milik
pemerintah atau swasta yang didirikan baik itu perusahaan berskala besar,
perusahaan menengah, maupun perusahaan berskala kecil. Tujuan dari sebuah
bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk melakukan itu,
penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka dan perilaku
berkontribusi pada kesuksesan perusahaan.Perilaku karyawan, bagaimanapun, dapat
dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis.Pemilik usaha kecil perlu
menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang
dapat sinyal masalah, antara lain:
·
Budaya Organisasi
Keseluruhan
budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja,
pelanggan dan pemasok.Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi
mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan
otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan.“Nada di atas” sering
digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan.Nada positif dapat
membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia.Sebuah nada negatif dapat
menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau vandalisme.
·
Ekonomi Lokal
Melihat
seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian
setempat.Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara
keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi
lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi
takut dan cemas tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada
kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa
karyawan, bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor
pendorong untuk melakukan yang lebih baik.
·
Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi
karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal
dapat mempengaruhi perilaku.Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya
dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu.Ini adalah
kasus hidup sampai harapan.Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar
masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan
perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.
·
Persaingan di Industri
Tingkat
daya saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan
karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada
pendapatan.Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap
pelanggan dan pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk
membawa lebih banyak pekerjaan.Dalam industri yang stabil di mana menarik
pelanggan baru tidak masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika
internal mereka menyisihkan untuk mengejar uang.
2.
Kesaling
– tergantungan antara Bisnis dan Masyarakat
Bisnis
melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai
stakeholders, yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing,
pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan
semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan,
penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang
sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis.
Lingkungan
bisnis yang mempengaruhi perilaku etika adalah lingkungan makro dan lingkungan
mikro.Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang
ada pada masyarakat.Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa
dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya,
baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap
masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.Dengan memetakan pola
hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika
bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif.Etika bisnis
merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam
perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu
berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan
sehari-hari.bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu
etika pergaulan bisnis.Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal
antara lain adalah:
a.
Hubungan antara bisnis dengan langganan
/ konsumen
Hubungan antara bisnis dengan
langgananya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu
bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun pergaulannya
dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :
- Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya.Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis.
b.
Hubungan dengan karyawan
Manajer yang pada
umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus
berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan
karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment), Latihan
(training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat)
maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
c.
Hubungan antar bisnis
Hubungan
ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain.
Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir,
pengecer, agen tunggal maupun distributor.
d. Hubungan
dengan Investor
Perusahaan
yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik”
harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada
para insvestor atau calon investornya. prospek perusahan yang go public
tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap
informasi terhadap hal ini.
e. Hubungan
dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan
dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan
pergaulan yang bersifat finansial.
3.
Kepedulian
Pelaku Bisnis terhadap Etika
Korupsi,
kolusi, dan nepotisme yang semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya
di tingkat pusat dan sekarang meluas sampai ke daerah-daerah, dan meminjam
istilah guru bangsa yakni Gus Dur,korupsi yang sebelumnya di bawah meja,
sekarang sampai ke meja-mejanya dikorupsi adalah bentuk moral hazard di
kalangan ekit politik dan elit birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa di
sebagian masyarakat kita telah terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala
mecam cara untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri sendiri
maupun tujuan kelompok untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini
semua adalah pemahaman, implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral
bagi para pelaku bisnis dan para elit politik.
Dalam
kaitan dengan etika bisnis, terutama bisnis berbasis syariah, pemahaman para
pelaku usaha terhadap ekonomi syariah selama ini masih cenderung pada sisi
“emosional” saja dan terkadang mengkesampingkan konteks bisnis itu sendiri.
Padahal segmen pasar dari ekonomi syariah cukup luas, baik itu untuk usaha
perbankan maupun asuransi syariah.Dicontohkan, segmen pasar konvensional, meski
tidak “mengenal” sistem syariah, namun potensinya cukup tinggi.Mengenai
implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana mengakui beberapa pelaku usaha
memang sudah ada yang mampu menerapkan etika bisnis tersebut.
Namun,
karena pemahaman dari masing-masing pelaku usaha mengenai etika bisnis
berbeda-beda selama ini, maka implementasinyapun berbeda pula, Keberadaan etika
dan moral pada diri seseorang atau sekelompok orang sangat tergantung pada
kualitas sistem kemasyarakatan yang melingkupinya.
Walaupun
seseorang atau sekelompok orang dapat mencoba mengendalikan kualitas etika dan
moral mereka, tetapi sebagai sebuah variabel yang sangat rentan terhadap
pengaruh kualitas sistem kemasyarakatan, kualitas etika dan moral seseorang
atau sekelompok orang sewaktu-waktu dapat berubah.Baswir (2004) berpendapat
bahwa pembicaraan mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya tidak terlalu
relevan bagi Indonesia.Jangankan masalah etika dan moral, masalah tertib hukum
pun masih belum banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru sangat lumrah di
negeri ini untuk menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya dengan menyiasati
hukum. Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara
batas wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum. Wilayah etika dan moral adalah sebuah wilayah
pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah hukum adalah wilayah benar dan
salah yang harus dipertanggungjawabkandi depan pengadilan. Akan tetapi memang
itulah kesalahan kedua dalam memahami masalah etika dan moral di
Indonesia.Pencampuradukan antara wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum
seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia tidak bisa membedakan antara
perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah etik dan moral,
dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum. Sebagai misal,
sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi masih didekati dari
sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar hukumnya, maka
masalah itu haruslah didekati secara hukum.Demikian halnya dengan masalah
penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak asasi manusia.
4. Perkembangan dalam
Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis
menurut Bertens (2000):
1)
Situasi Dahulu
Pada awal sejarah
filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan
membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2)
Masa Peralihan
Tahun 1960-an ditandai pemberontakan
terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di
ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini
memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan
menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society.
Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3)
Etika Bisnis Lahir di AS
Tahun 1970-an sejumlah
filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis
dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang
sedang meliputi dunia bisnis di AS
4)
Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun
1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang
kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari
universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network
(EBEN).
5)
Etika Bisnis menjadi Fenomena Global:
tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah
dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for
Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
5. Etika Bisnis dan
Akuntan
Profesi akuntan merupakan profesi yang dalam aktivitasnya
tidak terpisahkan dengan aktivitas bisnis, sehingga selain harus memahami dan
menerapkan etika profesionalnya, seorang akuntan harus memahami dan menerapkan
etika bisnis. Dalam menjalankan profesinya akuntan di Indonesia diatur oleh
suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode
etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang
memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama
anggota profesi dan juga dengan masyarakat.Akuntan sebagai profesi memiliki
kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi
yang telah ditetapkan.Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga
kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas.
Tanpa etika di
dalam bisnis, maka perdagangan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus
mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis
adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder.Tetapi kalau hal ini
dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan.Banyak
orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak
memerlukan etika.
Banyak perusahaan
yang melakukan kecurangan diantaranya adalah TYCO yang diketahui melakukan
manipulasi data keuangan (tidak mencantumkan penurunan aset), disamping
melakukan penyelundupan pajak. Global Crossing termasuk salah satu perusahaan
terbesar telekomunikasi di Amerika Serikat dinyatakan bangkrut setelah
melakukan sejumlah investasi penuh resiko. Enron yang hancur berkeping terdapat
beberapa skandal bisnis yang menimpa perusahaan-perusahaan besar di Amerika
Serikat.Worldcom juga merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar
di Amerika Serikat melakukan manipulasi keuangan dengan menutupi pengeluaran
US$3.8 milyar untuk mengesankan pihaknya menuai keuntungan, padahal
kenyataannya rugi.Xerox Corp. diketahui memanipulasi laporan keuangan dengan
menerapkan standar akunting secara keliru sehingga pembukuan perusahaan
mencatat laba US $ 1.4 milyar selama 5 tahun.Dan masih banyak lagi.
Contoh Kasus :
Komisaris PT Kereta Api
mengungkapkan adanya manipulasi laporan keuangan BUMN tersebut di mana
seharusnya perusahaan merugi namun dilaporkan memperoleh keuntungan.
“Saya tahu bahwa ada sejumlah
pos yang sebetulnya harus dinyatakan sebagai beban bagi perusahaan tetapi malah
dinyatakan masih sebagai aset perusahaan. Jadi ada trik akuntansi,” kata salah
satu Komisaris PT Kereta Api, Hekinus Manao di Jakarta, Rabu.
Ia menyebutkan, hingga kini
dirinya tidak mau menandatangani laporan keuangan itu karena adanya
ketidakbenaran dalam laporan keuangan BUMN perhubungan itu.
“Saya tahu laporan yang
diperiksa oleh akuntan publik itu tidak benar karena saya sedikit banyak
mengerti akuntansi, yang mestinya rugi dibuat laba,” kata penyandang Master of
Accountancy, Case Western Reserve University, Cleveland, Ohio USA tahun 1990.
Akibat tidak ada tanda tangan
dari satu komisaris, rapat umum pemegang saham (RUPS) PT Kereta Api yang
seharusnya dilaksanakan sekitar awal Juli 2006 ini juga harus dipending.
Referensi
: